Meskipun bergonta-ganti, peranannya sebagai pusat seni pertunjukan tetap berlanjut.
Kala itu, Jepang sedang terlibat dalam Perang Dunia II. Jepang menggunakan seni dengan halus untuk propaganda.
Melalui pertunjukan-pertunjukan di Gedung itu, Jepang membentuk Sendenbu (Barisan Propaganda) dan Keimin Bunka Shidosho (Badan Urusan Kebudayaan) untuk mengajak masyarakat Indonesia bergabung dalam kelompok sandiwara yang mereka dirikan.
Setelah kemerdekaan Indonesia, penggunaan gedung ini agak berbeda.
Gedung Kesenian ini sempat menjadi ruang kuliah untuk mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Hukum Universitas Indonesia dan digunakan sebagai gedung bioskop.
Namun, dengan berjalannya waktu, namanya berubah menjadi Gedung Kesenian dan masih digunakan untuk berbagai pertunjukan seni, baik modern maupun tradisional.
Seiring dengan perkembangan zaman, Gedung Kesenian Jakarta masih menjadi saksi bisu bagi berbagai bentuk kesenian yang menghidupkan budaya Jakarta.
Dalam rangka memperingati ulang tahun Kota Jakarta, Gedung Kesenian Jakarta telah menjadi tuan rumah Jakarta Anniversary Festival yang mempersembahkan beragam kesenian urban dari dalam dan luar negeri.
Gedung Kesenian Jakarta tetap menjadi salah satu lambang penting dalam dunia seni pertunjukan di Indonesia dan menunjukkan jejak bersejarahnya yang tak terlupakan.
