Aborsi yang diizinkan berdasarkan kondisi di atas harus melalui beberapa prosedur, diantaranya:
- Konseling dan/atau penasehatan pra tindakan serta konseling pasca tindakan oleh konselor yang kompeten dan berwenang (Pasal 75 ayat [3] UU Kesehatan).
- Aborsi hanya dapat dilakukan sebelum kehamilan berumur enam minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam keadaan darurat medis.
- Aborsi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan sertifikat yang ditetapkan oleh menteri.
- Persetujuan ibu hamil yang bersangkutan diperlukan, serta izin suami, kecuali korban perkosaan.
- Penyedia layanan kesehatan harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri (Pasal 76 UU Kesehatan).
Sanksi Pidana Untuk Pelaku Aborsi Ilegal
Praktik aborsi yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan di atas dianggap sebagai tindakan aborsi ilegal.
Sanksi pidana bagi pelaku aborsi ilegal diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang menyatakan:
'Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.'
Pasal ini dapat menjerat dokter dan/atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja melakukan aborsi illegal.
Serta pihak perempuan yang secara sadar dan dengan sengaja melakukan aborsi.
SANKSI PIDANA DALAM KUHP
Selain UU Kesehatan, ada pula Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang juga mengatur sanksi bagi pelaku aborsi illegal.
Adapun pasal-pasal KUHP yang mengatur sanksi bagi pelaku aborsi ialah sebagai berikut:
Pasal 299
Sanksi pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.