Ditambah adanya persaingan dengan pengamen lain, sehingga penghasilan pengamen semakin kecil dan tidak menentu.
Oleh karena itu, jika pengamen dibebankan untuk membayar royalti kepada pemilik lagu, maka itu semakin mengurangi penghasilan pengamen.
Terlebih lagi, berbeda dengan panggung musik atau cover lagu yang dilakukan di media sosial atau TV, siapa yang bisa mengelola royalti yang harus dibayarkan oleh pengamen?
Bahkan menurut Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang bertugas sebagai penarik royalti itupun menyatakan jika musisi tidak pernah meminta royalti kepada pengamen.
Oleh karena itu, selama ini royalti pengamen juga tidak pernah dipermasalahkan.
2. Kelompok Kontra Pengamen Tidak Bayar Royalti
Diseberang kelompok pro pengamen yang tidak bayar royalti, ada golongan masyarakat yang kontra terhadap pendapat ini. Mereka menganggap bahwa pengamen juga harus membayar royalti sebagai wujud penerapan UU tersebut, karena menggunakan hak cipta orang lain.
Terlebih lagi jika pengamen tersebut viral, memiliki penghasilan yang cukup, maka tidak ada alasan bagi pengamen untuk tidak membayar royalti kepada pemilik lagu.
Ini bisa diterapkan jika pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah memang dirancang dengan baik.
Bagi kelompok ini, lagu yang dinyanyikan oleh pengamen memberikan keuntungan untuknya.
Padahal itu bukan lagu dirinya sendiri, oleh karena itu, jika ingin terbebas dari hak cipta, seharusnya pengamen juga lebih kreatif, untuk menjadi musisi jalanan dengan lagu sendiri.
Itulah perdebatan atau polemik yang kerap terjadi, mengenai masalah apakah pengamen melanggar hak cipta?
Pada akhirnya, masing-masing kita memiliki hak untuk pro, kontra, maupun netral saja terhadap dua pendapat tersebut.