sosio

Apakah Korban Pemerkosaan Diperbolehkan Untuk Aborsi? Berikut Penjelasannya Sesuai Ketentuan Hukum Di Indonesia

Senin, 8 Juli 2024 | 12:15 WIB
Ilustrasi tindakan pemerkosaan. (Foto : humaspolri.go.id)

PANDE.co.id - Praktik aborsi adalah isu sensitif dan kompleks yang diatur ketat dalam hukum Indonesia.

Jika seorang perempuan (PR) menjadi korban pemerkosaan dan hamil akibat kekerasan tersebut, apakah ia masih dapat melakukan aborsi berdasarkan Undang-undang Kesehatan?

Lantas bagaimana dengan perlindungan hukum atau hak asasi manusia terhadap calon bayi yang dikandung?

Dan apakah tindakan aborsi dalam kondisi ini merupakan tindak pidana?

Pada kesempatan kali ini, berikut kami uraikan penjelasan tentang ketentuan aborsi bagi korban pemerkosaan sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

 

Pengertian Dan Aturan Aborsi Dalam KUHP

Praktik aborsi, atau yang dikenal dalam istilah hukum sebagai 'abortus provocatus', berarti pengguguran kandungan secara sengaja.

Ketentuan mengenai aborsi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama.

Dan juga terdapat Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru, yang nanti akan berlaku mulai tahun 2026 mendatang.

Pasal 346 KUHP dan Pasal 463 UU 1/2023 menyatakan bahwa seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya, atau menyuruh orang lain untuk melakukannya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Namun, ketentuan ini tidak berlaku bagi perempuan yang menjadi korban perkosaan atau kekerasan seksual lain yang berakhir dengan kehamilan.

Tentunya dengan kondisi umur kehamilan tidak melebihi 14 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.

 

Ketentuan Aborsi Dalam UU Kesehatan

Halaman:

Tags

Terkini