PANDE.co.id - Sebuah fakta sejarah terungkap dari dalam lembaran sejarah yang sering terlupakan yaitu beras, makanan yang mendasar bagi banyak budaya di Nusantara.
Ternyata, beras juga menjadi salah satu 'senjata' yang digunakan dalam taktik perang.
Sejarawan Andreas Maryoto, mengungkapkan temuan menarik ini dalam karyanya yang terbit pada 2009 silam, "Jejak Pangan: Sejarah, Silang Budaya Dan Masa Depan".
Di masa lampau, sebelum pasukan Mataram di bawah pimpinan Sultan Agung melancarkan serbuan mereka ke Batavia, atau yang kini dikenal sebagai Jakarta, penaklukan daerah-daaerah strategis di wilayah timur sudah menjadi bagian dari rencana besar.
Namun, yang mungkin jarang terpikirkan adalah strategi pasokan pangan yang menjadi bagian integral dari persiapan perang tersebut.
Pasukan Mataram tidak hanya memperhitungkan rute perjalanan yang optimal, tetapi juga memastikan bahwa pasokan beras untuk pasukan mereka tersedia dengan cukup.
Daerah-daerah seperti Jepara menjadi titik fokus dalam upaya mereka untuk memastikan pasokan pangan yang memadai.
Namun, yang lebih menarik adalah penggunaan beras sebagai senjata dalam perang psikologis.
Pasukan Mataram menggunakan taktik isolasi untuk memutus pasokan logistik musuh mereka.
Dengan mengisolasi musuh dari sumber pasokan pangan, pasukan lawan terpaksa makan apa pun yang tersedia, termasuk makanan yang tidak layak, yang pada akhirnya mengakibatkan mereka terserang penyakit dan merasa terdesak secara psikologis.
Salah satu contoh yang menonjol adalah ketika pasukan Mataram mengisolasi pasukan dari timur.
Tanpa akses yang memadai ke beras, pasukan tersebut terpaksa mengandalkan makanan pengganti yang tidak memadai, yang pada akhirnya menyebabkan demoralisasi di antara mereka.
Dengan demikian, bukan hanya kekuatan fisik yang digunakan, tetapi juga kelemahan psikologis yang dimanfaatkan.
Taktik serupa juga diterapkan dalam konflik antara Mataram dan VOC di Kartasura.