JAKARTA, PANDE.co.id - Dalam upaya memperkuat kesadaran sejarah dan identitas generasi muda Jakarta, Klub Tempo Doeloe (KTD) menyelenggarakan kegiatan bertajuk "Napak Tilas Identitas Jakarta" di kawasan Kota Tua Jakarta, bekerja sama dengan Bidang Kepemudaan, Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi DKI Jakarta (Dispora DKI) yang juga dipublikasikan melalui instagram resminya yaitu @JKTMuda_id.
Kegiatan yang berlangsung pada Sabtu, 1 November 2025 ini menargetkan peserta berusia 15–17 tahun, yang mana pada akhirnya, siswa/i dari SMAN 32 yang beruntung karena berkesempatan mengikuti acara ini.
Dengan titik keberangkatan dari SMAN 32 Jakarta, rombongan berangkat menuju kawasan bersejarah Kota Tua Jakarta, meliputi Taman Fatahillah, Museum Sejarah Jakarta, Kali Besar, Jembatan Kota Intan, hingga Pelabuhan Sunda Kelapa.
Menelusuri Pusat Peradaban Jakarta Lama
Sejak pukul 08.00 pagi, para peserta berkumpul di halaman SMAN 32 untuk memulai perjalanan wisata edukatif ini.
Selama perjalanan menuju Kota Tua, para peserta mendapat pengarahan dan penjelasan sejarah dari pemandu wisata Klub Tempo Doeloe, Rafi Alamsyah Saragih dan Nabila Lovellya Satriyono Sirman, yang berperan sebagai tour guide atau pramuwisata.
Di atas bus, para peserta diajak menelusuri narasi panjang Jakarta sebagai pusat peradaban dan pertemuan budaya.
Cerita tentang bagaimana Batavia tumbuh dari pelabuhan kecil menjadi kota metropolitan menjadi pengantar yang memikat sebelum para peserta tiba di kawasan wisata sejarah.
"Jakarta itu bukan sekadar ibu kota, tapi saksi dari pertemuan manusia, budaya, dan waktu. Kalau kita memahami akar sejarahnya, kita akan lebih tahu ke mana arah masa depan kota ini," ujar Rafi Alamsyah Saragih, yang juga bertindak sebagai Ketua Pelaksana kegiatan.
Belajar dari Ruang dan Waktu
Setibanya di Kota Tua, para peserta diajak masuk ke Museum Sejarah Jakarta untuk melihat langsung koleksi dan ruang yang pernah menjadi pusat pemerintahan Batavia di masa kolonial.
Dari sana, rombongan melanjutkan perjalanan kaki ke Kali Besar dan Jembatan Kota Intan, dua titik yang menjadi simbol aktivitas perdagangan di masa lalu.
Perjalanan kemudian berlanjut ke kawasan Bahari dan Pelabuhan Sunda Kelapa, tempat yang menggambarkan denyut nadi ekonomi Jakarta sejak berabad-abad lalu.
Di sepanjang rute ini, para peserta tidak hanya menikmati pemandangan arsitektur kolonial dan suasana kota lama, tetapi juga memahami makna penting pelestarian warisan sejarah sebagai bagian dari identitas warga Jakarta.
Menurut Nabila Lovellya Satriyono Sirman, kegiatan ini bukan sekadar wisata, melainkan cara untuk mengenal kembali akar kota.
"Seringkali anak muda hanya mengenal Jakarta dari sisi modernnya; gedung, mall, atau jalan tol. Padahal, Kota Tua menyimpan cerita siapa kita dan dari mana kita datang. Itulah yang ingin kami hidupkan kembali melalui napak tilas ini," tuturnya.
Refleksi: Jakarta dan Maknanya bagi Pemuda
Menjelang sore hari, kegiatan ditutup dengan sesi refleksi dan diskusi ringan bertajuk "Apa Arti Jakarta bagi Pemuda Hari Ini?" yang dipandu oleh tim Klub Tempo Doeloe.
Dalam suasana santai namun penuh makna, para peserta berbagi pandangan tentang hubungan mereka dengan kota tempat mereka tumbuh.
Beberapa peserta mengaku terinspirasi untuk lebih mengenal sejarah daerah tempat tinggalnya masing-masing, sementara yang lain menyatakan keinginan untuk berkontribusi menjaga kebersihan dan kelestarian kawasan bersejarah Jakarta.
Rafi menambahkan bahwa kegiatan seperti ini diharapkan dapat membuka ruang dialog antara sejarah dan masa kini.
"Kota ini bukan hanya tentang masa lalu yang diam, tapi juga tentang masa depan yang kita bentuk bersama. Dengan memahami jejaknya, kita bisa melangkah lebih bijak," ujarnya.
Dengan durasi sekitar enam jam, kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang rekreasi edukatif, tetapi juga media pembelajaran kontekstual yang membumikan sejarah dalam keseharian generasi muda.
Melalui "Napak Tilas Identitas Jakarta", Klub Tempo Doeloe mengingatkan bahwa identitas kota tidak hanya hidup dalam bangunan tua, tetapi juga dalam ingatan dan kesadaran warganya, terutama para pemuda yang akan menjadi pewaris masa depan Jakarta.