Melansir BBC.com, gelombang panas yang belum pernah terjadi sebelumnya di Arab Saudi diyakini sebagai faktor utama di balik tingginya angka kematian.
Meski ada peringatan dari Kementerian Kesehatan Saudi untuk menghindari paparan panas dan tetap terhidrasi, banyak jemaah yang terkena stres dan sengatan panas.
"Hanya karena rahmat Tuhan saya bisa selamat, karena suhunya sangat panas," kata Aisha Idris, seorang jemaah asal Nigeria, saat diwawancarai.
"Saya harus menggunakan payung dan terus-menerus menyiram diri dengan air Zamzam (air suci)," tambahnya.
Seorang jemaah lain, Naim, dilaporkan meninggal karena sengatan panas, meninggalkan keluarganya yang tengah kebingungan mencarinya.
"Komunikasi dengan ibu saya tiba-tiba terputus. Kami menghabiskan hari-hari mencari, hanya untuk mengetahui bahwa dia telah meninggal selama haji," kata putranya.
Ia pun menambahkan bahwa mereka akan menghormati keinginannya untuk dimakamkan di Mekah.
Para jemaah menghadapi risiko karena panas yang tidak biasa, aktivitas fisik yang berat, dan ruang terbuka yang luas.
Banyak juga dari mereka yang sudah lanjut usia atau tidak dalam kondisi kesehatan yang prima.
Namun, kematian terkait panas selama ibadah haji bukanlah hal baru dan telah tercatat sejak tahun 1400-an.
Para ilmuwan memperingatkan bahwa pemanasan global akan memperburuk kondisi ini.
"haji telah dilakukan di iklim panas selama lebih dari seribu tahun, tetapi krisis iklim memperburuk kondisi ini," kata Carl-Friedrich Schleussner dari Climate Analytics.
Penelitiannya menunjukkan bahwa dengan kenaikan suhu global 1,5°C di atas tingkat pra-industri, risiko sengatan panas selama Haji bisa meningkat hingga lima kali lipat.
Kepadatan dan Masalah Sanitasi