Fahrul menjelaskan bahwa Direksi TransJakarta mengistimewakan satu operator tertentu, di mana ketua dari operator tersebut adalah juga anggota Komisi B DPRD DKI.
Entah apa motifnya, namun banyak kesalahan yang selalu ditolerir, kuota penyerapan paling banyak yang diberikan terus-menerus, dan berbagai kemudahan lainnya.
Situasi ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan operator dan sopir JakLingko yang merasa diperlakukan tidak adil.
Mereka berharap adanya tindakan yang lebih transparan dan adil dalam pengelolaan kuota armada, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Dengan tuntutan ini, diharapkan pemerintah DKI Jakarta dapat segera menemukan solusi yang terbaik untuk menyelesaikan konflik ini dan memastikan keadilan bagi semua operator JakLingko.
TransJakarta, sebagai salah satu moda transportasi utama di Jakarta, harus dikelola dengan prinsip transparansi dan keadilan demi kepentingan semua pihak yang terlibat.