PANDE.co.id - Pada beberapa bulan silam, Kementerian ESDM mengadakan sebuah seminar mengenai hilirisasi nikel.
Keberadaan hilirisasi nikel dinilai sebagai langkah strategis untuk memberikan dampak positif pada perkonomian Indonesia.
Langkah ini dapat meningkatkan nilai rantai pasok produksi dan melindungi komoditas bijih nikel dari gejolak harga.
"Dalam hulu pertambangan, keuntungan lebih besar terasa praktis. Namun, di hilir, perlu adanya keseimbangan antara nilai tambah keuntungan dan investasi yang dikeluarkan," ungkap Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin.
Aspek ekonomi menjadi krusial dalam kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia, terutama ketika mengkaji rantai pasok produk hilir yang belum sesuai harapan.
Ridwan mengakui bahwa pertumbuhan kawasan industri nikel didorong oleh kesadaran pelaku industri akan pentingnya sektor ini.
Terutama, industri pengolahan muncul berdasarkan potensi nikel kadar rendah yang dimiliki oleh Indonesia.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba, Irwandy Arif, menekankan bahwa konsep hilirisasi tidak boleh terhenti pada tingkat intermediate product.
"Hilirisasi harus dikembangkan lebih lanjut sampai produk menjadi bahan dasar atau pelengkap tahapan paling akhir dalam pohon industri," katanya.
Nilai tambah bukan hanya soal rasio harga produk terhadap bahan baku, tetapi juga tentang berbagi manfaat kepada masyarakat.
Irwandy memberikan contoh proses bijih nikel menjadi baterai lithium-ion battery melalui beberapa tahapan pengolahan.
Hilirisasi yang berkelanjutan dan terintegrasi diharapkan dapat mendukung kekuatan industri dalam negeri.
Irwandy menyatakan bahwa tanpa hilirisasi, industri dalam negeri akan terus bergantung pada impor bahan baku, membuatnya rentan terhadap faktor non-teknis seperti nilai tukar rupiah.
Potensi Sumber Daya Nikel Indonesia
Berdasarkan pemetaan Badan Geologi pada Juli 2020, Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel sekitar 11.887 juta ton dan cadangan bijih sekitar 4.346 juta ton.